Hanya Wartawan Profesional yang Dapat Perlindungan
Kuasa Hukum PWI Jalani Sidang Terakhir Materi UU Pers

Eko TW
Kuasa Hukum PWI Hadiri Sidang Terakhir di MK, Senin (24/11/2025)
OPININEWS.COM, Jakarta — Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan terakhir perkara uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) terhadap UUD 1945, Senin (24/11/2025).
Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dan menghadirkan saksi dari Pemerintah.
Saksi Pemerintah, Christiana Chelsia Chan, S.H., LL.M, yang terlibat sebagai Tim Perumus UU Pers pada 1999, menjelaskan secara detail dinamika pembentukan Pasal 8 UU Pers.
Menurutnya, rekam jejak perumusan pasal tersebut tercatat jelas dalam Memorie van Toelichting (MvT) UU Pers.
"Pembentuk undang-undang telah mencapai konsensus bahwa negara berkewajiban melindungi profesi wartawan, menjamin kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, serta memastikan kerja jurnalistik terlindungi sebagai pilar demokrasi,” ujar Christiana di hadapan majelis.
Ia menegaskan bahwa ancaman terhadap wartawan bukan hanya datang dari aparat negara, tetapi juga dari tekanan kelompok masyarakat.
Ancaman tersebut, lanjutnya, seringkali dilakukan untuk mempengaruhi pemberitaan agar memuat atau tidak memuat suatu informasi.
Karena itu, Christiana menekankan bahwa perlindungan terhadap pers harus berlandaskan penerapan hukum yang konsisten.
Ia juga menyampaikan bahwa seluruh fraksi DPR pada saat pembahasan UU Pers sepakat perlindungan wartawan penting diberikan, namun bersifat bersyarat—yakni hanya berlaku ketika wartawan bekerja secara profesional, independen, dan beritikad baik.
Pasal 8 UU Pers disebutnya sebagai norma terbuka yang memberi ruang bagi mekanisme perlindungan tersebut.
PWI Hadir sebagai Pihak Terkait Pada persidangan kali ini, PWI Pusat hadir sebagai pihak terkait, diwakili oleh Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Hukum Anrico Pasaribu, Wakil Ketua Kajian dan Litbang Jimmy Endey, serta Ahmad Rizal dari Divisi Humas.
Kehadiran PWI bertujuan memastikan kepentingan organisasi wartawan dan perlindungan profesi jurnalistik tersampaikan dengan tepat dalam proses persidangan.
PWI Pusat menegaskan bahwa persoalan perlindungan hukum bagi wartawan bukan hanya persoalan normatif, tetapi harus diwujudkan secara konkret di lapangan.
Menurut PWI, sifat Pasal 8 yang umum sering membuat aparat penegak hukum ragu menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa pers sesuai UU Pers dan kewenangan Dewan Pers.
Karenanya, PWI meminta MK mempertimbangkan kondisi empiris di lapangan, di mana wartawan masih sering menghadapi intimidasi, kriminalisasi, hingga pelaporan hukum saat menjalankan fungsi kontrol sosial.
PWI juga menyatakan kesiapannya bekerja sama dengan Pemerintah, Dewan Pers, dan aparat penegak hukum untuk memperkuat pedoman pelaksanaan perlindungan wartawan dan memastikan efektivitas regulasi yang ada.
Perkara bernomor 145/PUU-XXIII/2025 ini diajukan Ikatan Wartawan Hukum (IWAKUM) melalui Ketua Umum Irfan Kamil dan Sekjen Ponco Sulaksono. Pemohon menilai Pasal 8 UU Pers dan penjelasannya berpotensi menimbulkan multitafsir sehingga menciptakan ketidakpastian hukum terkait perlindungan terhadap wartawan. Menutup persidangan,
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa sidang hari itu merupakan sidang terakhir sebelum para pihak diberi kesempatan menyampaikan kesimpulan tertulis.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi akan mengesahkan alat bukti dari Presiden (PK-1 hingga PK-9) serta Pihak Terkait Dewan Pers (PT-1 hingga PT-6). Meskipun Dewan Pers tidak hadir, seluruh alat bukti telah diverifikasi.
Para Pemohon, DPR, Presiden, dan Pihak Terkait diberi waktu hingga Selasa, 2 Desember 2025 untuk menyerahkan kesimpulan.
( Eko TW )
Editor: Saufat Endrawan